teks jalan kekiri

Terima Kasih Udah Mau Mampir Sebelum Keluar Jangan Lupa Komentar Yach

Minggu, 15 Juli 2012

Makalah MANUSIA DAN AGAMA


Makalah
MANUSIA DAN AGAMA
 









Disusun Oleh
Ø Andi Hamdan
Ø Abdul Halim
Ø Sadam
Ø Fahmia L



FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT PALU
DAFTAR ISI
Daftar Isi…………………………………………………………………….  1
Bab I Pendahuluan….….….….….….….….….….….….….….….….….…. 2
A.   Latar Belakang….….….….….….….….….….….….….….….….….      2
B.   Rumusan Masalah….….….….….….….….….….….….….….….….      3
·       Hubungan Antara Pemeluk Agama………………………….... 3
·       Kebebasan Dalam  Memeluk Agama………………………….  4
BAB II Kesimpulan…………………………………………………………  6
Daftar Pustaka….….….….….….….….….….….….….….….….….….….. 7















Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembahasan tentang hubungan manusia dan agama, sejak dahulu, merupakan  topik yang  sangat menarik bagi para pemikir dan cendekiawan.  Mungkin hal itu disebabkan oleh fakta sejarah umat manusia dengan suku bangsanya yang beragam bercerita kepada kita akan keterkaitan makhluk Tuhan ini dengan agama. Umat manusia secara umum meyakini adanya Tuhan yang menciptakan alam dan wajib untuk dipuja dan disembah. Keyakinan yang demikian itu merupakan asas dan pokok dari sebuah agama.

Atas dasar itulah kami dari kelompok II mengangkat dan membahas tema ini agar supaya kita mengetahui dan menjadi tolak ukur bagi kita semua bagaimana pembahasan MANUSIA DAN AGAMA itu sendiri, apabila di bahas dari kacamata agama islam dan Bagaimana pendapat para pemikir dalam membahas hal ini, hal tersebut kami rangkum dalam makalah ini.





















B. RUMUSAN MASALAH
a. Hubungan Antara Pemeluk Agama
Pluralitas keberagamaan merupakan realitas yang tidak bisa ditolak atau bahkan dihilangkan sama sekali. Kenyataan ini membawa suatu konsekuensi logis dalam kehidupan keberagamaan, yakni untuk hidup berdampingan dalam perbedaan keyakinan. Paradigma dan sikap-sikap yang selama ini cenderung bersifat ekslusif, kini diuji dan dipertaruhkan dalam lingkup multireligius atau bahkan di era multikultural ini. Kenyataanya, paradigma yang bersifat inklusif, toleran bahkan moderat menjadi solusi atas persoalan yang kini sedang dihadapi.
Hubungan keberagamaan yang harmonis tersebut, jika dilihat dalam perspektif teologis dan sosiologis terbangun atas dasar adanya pemahaman keagamaan yang plural. Mereka meyakini bahwa semua agama mengajarkan kebajikan, kebenaran, keadilan dan nilai-nilai luhur lainnya. Di samping itu, aktifitas dakwah atau misi keagamaan dipahami sebagai sarana mengajak seluruh umat manusia untuk menyerahkan diri kepada Allah dan berbuat kebajikan.
Di dalam al-Qur’an, demikian juga  di berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan ditemukan sejumlah rekaman atas fakta yang mengisyaratkan bahwa hubungan harmonis antar pemeluka agama merupakan satu hal yang realistis untuk diciptakan. Fakta-fakta yang demikian penting dan relevan diungkap dalam rangka menanggapi dua pandangan keliru, yakni pandangan bahwa Islam adalah agama yang melegalkan kekerasan dan pandangan yang melahirkan sikap tidak menghargai humanitas seseorang karena perbedaan keyakinan.
Kita tidak bisa mengingkari bahwa diantara agama-agama yang ada, khususnya yang kita sebut agama samawi pasti ada perbedaan. Namun demikian, beberapa fakta sejarah yang telah mengantar kita untuk menyikapi pluralitas secara positif. Bagi pemeluknya, agama seperangkat aturan dan ketentuan yang dapat mengantar manusia untuk lebih mengenal Tuhan dan mengabdi kepada-Nya, serta menjadi pedoman untuk menata kehidupan duniawi. Karena itu, hendaklah perbedaan agama tidak diposisikan sebagai potensi bahkan pemicu konflik apalagi perbuatan anarkis dan kekerasan. Keyakinan atas kebenaran agama yang dianut, sepatutnya menjadi motivasi terkuat bagi semua pihak untuk tampil sebagai figur yang berdiri di garda depan untuk menciptakan kedamaian, sebuah kehidupan yang sunyi dari aksi kekerasan, teror, kejahatan dan lai-lain. Ini adalah bagian penting dari setiap ajaran agama. Dengan begitu, klaim setiap orang atas kebenaran keyakinan yang dianutnya tidak berkutat pada pernyataan verbalistik semata tetapi terbukti dalam sikap dan prilaku.
Interaksi dan hubungan harmoni antara islam dan non muslim khususnya penganut agama Nasrani, tidak hanya terjadi pada tataran teologis belaka akan tetapi juga meliputi semua aspek kehidupan. Dalam aspek sosial misalnya, Muhammad tidak risih mengajak orang-orang non muslim berdiskusi mengenai kepentingan umum, kemudian di bidang politik, tentu kita masih mengingat bahwa ketika sahabat Nabi yang ditindas dan diancam oleh kaum Quraisy Mekkah memutuskan untuk meminta suaka politik kepada Raja Habsyi di Ethiophia yang notabene beragama Nasrani, dan Raja Habsyi tersebut memberikan perlindungan tersebut. Pada masa-masa awal di Madinah Rasulullah dan para pengikutnya hidup berdampingan dengan kaum yahudi, menjalin perjanjian yang menegaskan sama-sama bertanggungjawab atas keamanan Kota Yatsrib.

Sejarah pembelajaran tentang masa lalu untuk bertindak hari ini demi kemajuan di masa depan. Mengenal sejarah tidak cukup sampai pada level kronologi peristiwa, tetapi yang lebih penting adalah menggali nilai dan mengaplikasikannya dalam kehidupan. Tokoh-tokoh dari agama yang berbeda, namun mereka menyontohkan hidup rukun, saling menghormati, bahkan saling melindungi. Dalam kontek ke-Indonesia-an fakta tersebut merupakan pelajaran berharga untuk menjalin persatuan dan kebersamaan dalam rangka membina bangsa yang pluralistik ini. Memang ada sejumlah fakta sejarah yang mencederai kerukunan, menimbulkan permusuhan bahkan memicu perang. Inipun termasuk dalam materi pembelajaran yang baik agar tidak terjadi konflik yang serupa, apalagi menurunkan sentimen dari generasi ke generasi.
Ini adalah bagian penting dari setiap ajaran agama. Dengan begitu, klaim setiap orang atas kebenaran keyakinan yang dianutnya tidak berkutat pada pernyataan verbalistik semata tetapi terbukti dalam sikap dan prilaku. ketika  kita sudah mampu menunjukkan diri kita sebagai penebar kedamaian (peace maker), maka pada saat itulah kita dapat menujukkan diri dan berkata ”saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang islam”.
b.Kebebasan Dalam Menganut Agama
Topik kebebasan dan hak azasi manusia adalah topic yang universal, namun ia tidak berarti netral. Sebab pembahasan mengenai kebebasan dan HAM pada umumnya hanya dalam perspektif manusia yang dalam peradaban Barat telah terbentuk dalam doktrin humanisme. Humanisme sendiri selalu dihadapkan atau berhadap-hadapan dengan agama. Ini sekaligus merupakan pertanda bahwa orientasi manusia Barat telah bergeser dari sentralitas Tuhan kepada sentralitas manusia. Manusia lebih penting dari agama, dan sikap manusiawi seakan menjadi lebih mulia daripada sikap religius. Dalam situasi seperti ini topik mengenai kebebasan beragama dipersoalkan. Akibatnya terjadi ketegangan dan perebutan makna kebebasan beragama antara agama dan humanisme. Ketika humanisme memaknai kebebasan beragama standar kebebasannya tidak merujuk kepada agama sebagai sebuah institusi dan ketika agama memaknai kebebasan ia menggunakan acuan internal agama masing-masing dan selalunya tidak diterima oleh prinsip humanisme. Humanisme dianggap anti agama dan sebaliknya agama dapat dituduh anti kemanusiaan. Ketegangan ini perlu diselesaikan melalui kompromi ditingkat konsep dan kemudian dikembangkan pada tingkat sosial atau politik. Dan untuk itu agama-agama perlu membeberkan makna dan batasan atau tolok ukur kebebasannya masing-masing. Sementara itu prinsip-prinsip HAM perlu mempertimbangkan prinsip internal agama-agama. Makalah ini akan mencoba mengelaborasi makna hak dan kebebasan dari perspektif Islam, dan perundang-undangan di Indonesia.
Pada hakekatnya Islam tidak bertentangan dan Hak Asasi Manusia, ia bahkan sangat menghormati hak dan kebebasan manusia. Jika prinsip-prinsip dalam al-Qur’an disarikan maka terdapat banyak poin yang sangat mendukung prinsip universal hak asasi manusia. Prinsip-prinsip itu telah dituangkan dalam berbagai pertemuan umat Islam. Yang pertama adalah Universal Islamic Declaration of Right, diadakan oleh sekelompok cendekiawan dan pemimpin Islam dalam sebuah Konferensi di London tahun 1981 yang diikrarkan secara resmi oleh UNISCO di Paris. Deklarasi itu berisi 23 pasal mengenai hak-hak asasi manusia menurut Islam.
Deklarasi London kemudian diikuti oleh Deklarasi Cairo yang dikeluarkan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun 1990 (1411). Dari pendahuluan Deklarasi itu dapat disarikan menjadi beberapa poin diantaranya adalah bahwa 1) Islam mengakui persamaan semua orang tanpa membedakan asal-usul, ras, jenis kelamin, warna kulit dan bahasa, 2) persamaan adalah basis untuk memperoleh hak dan kewajiban asasi manusia, 3) kebebasan manusia dalam masyarkat Islam consisten dengan esensi kehidupannya, sebab manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dan bebas dari tekanan dan perbudakan, 4) Islam mengakui persamaan antara penguasa dan rakyat yang harus tunduk kepada hukum Allah tanpa diskrimasi, 5) warganegara adalah anggota masyarakat dan mempunyai hak untuk menuntut siapapun yang mengganggu ketentraman masyarakat. Deklarasi itu terdari dari 25 pasal yang mencakup masalah kehormatan manusia, persamaan, manusia sebagai keluarga, perlunya kerjasama antar sesama manusia tanpa memandang bangsa dan agamanya, kebebasan beragama, keamanan rumah tangga, perlunya solidaritas individu dalam masyarakat, pendidikan bukan hak tapi kewajiban, perlindungan terhadap kesehatan masyarakat, pembebasan masyarakat dari kemiskinan dan kebodohan,  dan lain sebagainya.
Dalam kaitannya dengan kebebasan yang merupakan bagian terpenting dari hak asasi manusia, Islam dengan jelas telah memposisikan manusia pada tempat yang mulia. Manusia adalah makhluk yang diberi keutamaan dibanding makhluk-makhluk yang lain. Ia diciptakan dengan sebaik-baik ciptaan. Ia diciptakan menurut image (Surah) Tuhandiberi diberi sifat-sifat yang menyerupai sifat-sifat Tuhan. Selain diberi kesempurnaan ciptaan manusia juga diberi sifat fitrah, yaitu sifat kesucian yang bertendesi mengenal dan beribadah kepada Tuhannya, serta bebas dari tendensi berbuat jahat. Sifat jahat yang dimiliki manusia diperoleh dari lingkungannya. Dengan keutamaannya itu manusia yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi (QS 2:30; 20:116). Oleh sebab itu manusia mengemban tanggung jawab terhadap Penciptanya dan mengikuti batasan-batasan yang ditentukanNya. Untuk melaksanakan tanggung jawabnya itu manusia diberi kemampuan melihat, merasa, mendengar dan yang terpenting adalah berfikir. Pemberian ini merupakan asas bagi lahirnya ilmu pengetahuan dan pengembangannya. Ilmu pengetahuan, dalam Islam, diposisikan sebagai anugerah dari Tuhan dan dengan ilmu inilah manusia mendapatkan kehormatan kedua sebagai makhluk yang mulia. Artinya manusia dimuliakan Tuhan karena ilmunya, dan sebaliknya ia akan mulia disisi Tuhan jika ia menjalankan tanggung jawabnya itu dengan ilmu pengetahuan.
Namun dalam masalah kebebasan hanya Tuhanlah pemiliki kebebasan dan kehendak mutlak. Manusia, meski diciptakan sebagai makhluk yang utama diantara makhluk-makhluk yang lain, ia diberi kebebasan terbatas, sebatas kapasitasnya sebagai makhluk yang hidup dimuka bumi yang memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan manusia karena pertama-tama eksistensi manusia itu sendiri yang relatif atau nisbi dihadapan Tuhan, karena alam sekitarnya, karena eksistensi manusia lainnya. Upaya untuk melampaui keterbatasan manusiawi adalah ilusi yang berbahaya. Berbahaya bukan pada Yang Maha Tak Terbatas, yaitu Tuhan, tapi pada manusia sendiri.
Kebebasan manusia dalam Islam didefinisikan secara berbeda-beda oleh ahli fiqih, teolog, dan filosof. Bagi para fuqaha, kebebasan itu secara teknis menggunakan terma hurriyah yang seringkali dikaitkan dengan perbudakan. Seorang budak dikatakan bebas (hurr) jika tidak lagi dikuasai oleh orang lain. Namun secara luas bebas dalam hokum Islam adalah kebebasan manusia dihadapan hokum Tuhan yang tidak hanya berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan tapi hubungan kita dengan alam, dengan manusia lain dan bahkan dengan diri kita sendiri. Sebab manusia tidak dapat bebas memperlakukan dirinya sendiri. Dalam Islam bunuh diri tidak dianggap sebagai hak individu, ia merupakan perbuatan dosa karena melampaui hak Tuhan.
Menurut para teolog kebebasan manusia tidak mutlak dan karena itu apa yang dapat dilakukan manusia hanyalah sebatas apa yang mereka istilahkan sebagai ikhtiyar. Ikhtiyar memiliki akar kata yang sama dengan khayr (baik) artinya memilih yang baik. Istikaharah adalah shalat untuk memilih yang baik dari yang tidak baik. Jadi bebas dalam pengertian ini adalah bebas untuk memilih yang baik dari yang tidak baik. Sudah tentu disini kebebasan manusia terikat oleh batas pengetahuannya tentang kebaikan. Karena pengetahuan manusia tidak sempurna, maka Tuhan memberi pengetahuan melalui wahyuNya. Orang yang tidak mengetahui apa yang dipilih itu baik dan buruk tentu tidak bebas, ia bebas sebatas kemampuan dan pengetahuannya sebagai manusia yang serba terbatas.
Para filosof tidak jauh beda dengan para teolog. Kebebasan dalam pengertian para filosof lebih dimaknai dari perspektif masyarakat Islam dan bukan dalam konteks humanisme sekuler. Para filosof juga memandang perlunya kebebasan manusia yang didorong oleh kehendak itu disesuaikan dengan Kehendak Tuhan yang menguasai kosmos dan masyarakat manusia, sehingga dapat menghindarkan diri dari keadaan terpenjara oleh pikiran yang sempit.
Meskipun berbeda antara berbagai disiplin ilmu namun semuanya tetap bermuara pada Tuhan. Namun yang penting dicatat para ulama dimasa lalu membahas masalah ini dengan merujuk kepada sumber-sumber pengetahuan Islam, yaitu al-Qur’an, hadith, ijma’, qiyas (akal) dan juga intuisi. Itulah sebabnya kebebasan dalam sejarah Islam dimaknai dalam konteks syariah. Meskipun telah terjadi konflik sesudah Khulafa al-Rasyidun antara penguasa dan ulama, namun syariah atau tata hukum Islam masih menjadi protective code yang mengikat masyarakat dan penguasa sekaligus. Disini ulama beperan dalam menjaga syariah ketika terjadi tindakan para khalifah yang berlawanan dengan hukum syariah, sehingga dalam situasi seperti itu kebebasan individu dijamin oleh syariah. Itulah prinsip-prinsip kebebasan dalam Islam yang disampaikan secara singkat (in cursory manner).










Bab II
KESIMPULAN
Hak dan Kebebasan beragama harus dimaknai dalam konteks agama dan Negara masing-masing dan tidak dapat dimaknai secara mutlak tanpa batasan. Untuk mengatasi konflik berkepanjangan antara agama-agama diperlukan penjelasan lebih detail oleh masing-masing agama itu tentang prinsip-prinsip kemanusiaan dan kebebasan. Disisi lain perlu diakomodir kekhususan Negara-negara dan institusi agama dalam menafsirkan prinsip-prinsip HAM dan kebebasan. Dengan cara ini yang satu tidak mengorbankan yang lain. Sudah tentu dalam hal ini peran institusi dan otoritas agama sangat sentral. Jika terjadi konflik antara tuntutan HAM dan umat beragama, atau antar umat bergama atau antar pemeluk dalam satu agama, maka Negara berkewajiban mengatur dan mengakurkan keduanya dengan bekerjasama dengan lembaga-lembaga resmi agama-agama tersebut.
Allah menjadikan bumi ini untuk hidup mahluk-Nya dari berbagai kelompok, golongan dan keyakinan. Bahkan Allahpun memberi waktu kepada iblis sampai dunia kiamat nanti untuk menyeru manusia kepada jalan sesat (neraka). Allah telah membebaskan manusia untuk memilih agama dan keyakinannya masing masing dengan segala risiko yang harus ditempuh terhadap pilihannya.
Manusia bebas memilih mau masuk neraka atau syurga, mau jadi orang sesat atau yang mendapat hidayah, asal betul betul merupakan pilihannya sendiri. Tidak ada paksaan untuk memeluk agama tertentu apalagi Islam. Allah menjadikan bumi ini untuk semua agama dan golongan. Mau ber-iman silahkan mau atheis silahkan, mau masuk salah satu agama dan keyakinan...silahkan. Namun ingat masing masing pilihan ada resiko dan konsekwensinya


















DAFTAR PUSTAKA.
*      Hafid Alkaf, Ahmad, Manusia Dan Agama, Penerbit Cendekia.
*       M. Alimin, Makalah Hubungan Antara Pemeluk Agama.
*      http://www.google.co.id/search?client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&channel=s&hl=id&source=hp&q=hubungan+antara+pemeluk+agama&meta=&btnG=Penelusuran+Google.





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

coment